Indonesia adalah negara demokrasi. Maka setiap rakyatnya bebas berpendapat, diperbolehkan mengemukakan aspirasinya, dihargai aksinya berdemokrasi. Namun, dewasa ini makna demokrasi kurang dihayati dengan benar.
Setelah pengumuman kenaikan harga BBM, misalnya. Banyak yang melakukan demonstrasi besar-besaran, tidak peduli akan terganggunya arus lalu lintas karena menghalangi jalan, atau bahkan tidak merasa boros akibat “turun” ke jalan beramai-ramai. Tidak sedikit yang pada akhirnya melakukan aksi yang tidak mendamaikan.
Demokrasi baiknya dilaksanakan dengan lebih baik, terarah dan damai. Menulis adalah cara demokrasi yang menenangkan. Seperti tulisan ini, saya berusaha mengemukakan pendapat saya melalui tulisan di lahan Kompasiana. Bagi saya, Kompasiana merupakan wadah bagi para rakyat melakukan aksi untuk Indonesia. Aksi yang damai dan tidak anarkis, namun cukup menegur dan menggerakan pembaca yang sampai pada pesan dalam tulisan. Lewat Kompasiana, aksi demokrasi tidak terbatas jarak dan waktu.
Seberapa jauh kita sebagai rakyat Indonesia yang tinggal dari Sabang sampai Merauke, kita tetap bisa saling memberi dan menerima aspirasi. Lebih spesial jika tulisan di Kompasiana bisa langsung dibaca oleh para petinggi negara, atau bahkan Bapak Presiden RI.
Demokrasi dalam bentuk tulisan juga tidak berhenti karena waktu. Kapan pun, kita bisa mengutarakan isi pikiran kita tentang Indonesia. Apa pun bisa kita ceritakan: budaya, politik, pendidikan, ekonomi, hukum, dan masih banyak lagi. Tidak terbentur oleh batas, jam berapa pun kita bisa mempublikasikan tulisan kita atau membaca tulisan dari penulis Kompasiana lain.
Dengan begitu, negara demokrasi kita ini dapat beberapa langkah lebih dewasa dalam menyelesaikan persoalan. Tidak perlu bertindak kasar apalagi merugikan banyak pihak. Cukup duduk yang tenang, gerakkan jari dan otak untuk mencurahkan isi pikiran dan hati. Tentu saja, pikiran dan hati yang merasa sangat menyayangi Indonesia.
Maka saya saat ini melakukan suatu aksi nyata untuk Indonesia: menulis tulisan ini. Semoga para pembaca bisa mengerti bahwa demokrasi bisa dilakukan dengan cara yang lebih damai, seperti tulisan ini.
Jadi, demokrasi itu menenangkan, bukan?
Oleh Sandra / Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya / sandrasasikirana.com