Berburu Pakaian Lebaran Malam Takbiran Sampai Subuh

infobekasi.co.id – Belanja pakaian baru jelang lebaran idul fitri menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia, termasuk warga Bekasi. Mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga sesuai kantong tentunya.

Tengah malam, sekira pukul 01.00 WIB, biasanya para remaja siap-siap berangkat ke toko atau lapak pedagang kaki lima yang menjual pakaian lebaran.

Kalau di Bekasi ada di Marakash-Chandrabaga, Pasar Proyek, Pasar Kranji, Pasar Baru dekat Borobudur yang buka toko hingga subuh saat malam takbiran.

Bermodal uang dari orang tua, “jatah” buat beli  pakaian lebaran. Para remaja tanggung biasanya punya siasat (strategi) bagaimana bisa beli pakaian bukan hanya dapat baju kokoh/kemeja saja, tapi celana dan sandal.

“Kalau mau dapat harga miring (diskon) ntar ajah belinya tengah malam, kalau enggak mau subuh. Biasanya harganya udah pada turun,” kata Maridi, pemuda asal Bekasi Utara.

Kawan lainnya menyetujui saran Maridi. Mereka menunggu waktu yang pas buat “berburu” pakaian lebaran. Lokasi yang dituju Maridi bersama kawan-kawannya, toko pakaian dan lapak pedagang pinggir jalan sepanjang Chandrabaga-Marakash Sektor 5.

Tepat pukul 01.WIB, mereka bergerak menuju Marakash dengan berjalan kaki. Kondisi jalan masih ramai, meski tak seramai pada sore hari.

Mereka mulai menghampiri toko atau lapak tukang dagang pakaian. Satu persatu disambangi, menawar dan membandingkan harga dari satu toko ke toko lainnya.

“Enaknya beli baju lebaran itu jam segini. Nawarnya enak, tukang dagangnya biasanya ngasih harga diskon,” tutur Amad, kawan Maridi yang ikut berburu baju lebaran.

Waktu tak terasa, pukul 03.00 WIB mereka masih menyusuri toko dan lapak pedagang pakaian. Dari ujung ke ujung, hingga mutar balik lagi. Ada yang sudah dapat sandal, ada yang belum kebagian alias stok habis.

“Masih nyari model yang kayak Amad beli itu sandal, ini belum nemu-nemu,” ujar Jajar.

Mereka kompak, berburu belanja pakaian dengan model yang sama, minimal mirip. Sebab, buat dipakai keliling lebaran bareng di kampung. Maklum anak muda, kalau lebaran “keroyokan”, dari mulai belor, wetan, kidul, kulon disambangi rumah warga.

Menjelang, subuh mereka biasanya sudah mulai lelah. Warga yang beli pakaian juga berangsur sepi, stok pakaian pedagang tinggal sisa. Tidak ada pilihan bagi mereka beli pakaian lebaran yang tersedia.

“Ini risiko belanja tengah malam. Stok warna dan model tinggal sisa, udah pada laku. Meski harganya miring (murah),” timpal Maridi.

Mereka dihadapkan pilihan dilematis, ingin beli pakaian lebaran sesuai keinginan tapi bajet seadanya. Beli saat tengah malam, stok sisa. Entah kehabisan model, maupun ukuran celana lebaran.

“Et dah, celana levis model yang gua pengen habis. Giliran ada, pinggang gua kagak muat,” keluh Jajar.

“Kalau gua kagak keduman baju kokoh. Tinggal ukuran bapak-bapak semuanya. Masa pake kokoh gombrang,” timpal Amad.

Waktu adzan subuh mulai berkumandang. Saatnya mereka balik kanan alias pulang dengan membawa tentengan plastik berisi baju, kokoh, sandal dan celana levis hasil belanja “buruan” di malam takbiran.

Momen berburu pakaian lebaran di tahun 2000an, saat itu masih banyak warga berbaur tumpah ruah memadati toko-toko dan lapak pakaian, hingga akses jalan tertutup (tidak bisa lewat).

Kini, belanja pakaian, baju, kokoh, sandal dan celana tidak lagi harus ke pasar berdesak-desakan, apalagi menunggu tengah malam.

Maraknya toko onlineshop membuat warga menjadi mudah dan praktis, tinggal pilih, bayar transfer, atau Cash On Dilevery (COD), tunggu di rumah, beberapa hari pesanan datang.

(Ken Deros/Dede Rosyadi)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini