PONDOK GEDE – Jika biasanya para kreator muda lebih tertarik untuk menyajikan menu modern dan makanan mewah, pemuda ini justru membuka outlet makanannya dengan menyajikan menu cakwe, makanan yang dapat kita jumpai dimana pun, namun apa yang menarik dari cakwe satu ini?
William Ang, seorang pemuda yang menggemari makanan cemilan khas daratan China yaitu cakwe sebagai makanan yang disukainya. Hal inilah yang membuat pemuda berkulit putih ini berkreasi dan berinovasi dengan makanan tersebut dan mengubahnya dari cemilan biasa menjadi tak biasa.
Wiliiam yang telah menjalankan usahanya sejak April 2015 ini menceritakan asal mula mengolah cakwe yang berbahan dasar tepung terigu dibentuk dan digoreng di dalam kuali berisi minyak panas dan direndam dalam kuah yang asam gurih menjadi makanan yang tak lagi dipandang sebelah mata. Karena hal tersebutlah ia bertekad untuk merubah paradigma cakwe sebagai makanan biasa menjadi makanan yang dapat diterima dan digemari oleh masyarakat modern.
Ia menceritakan ide awalnya terfikirkan saat dirinya berkolaborasi dengan Cici-nya (panggilan untuk kakak perempuan dalam budaya Tionghoa) untuk mengubah imej cakwe tersebut dan mengubah cakwe yang hanya digoreng biasa, kini diolahnya dengan diberikan isian yakni campuran daging ayam dan udang. Dan jika cakwe biasa selalu ditemani oleh kuahnya yang khas, kini dapat dicampur dengan tambahan lainnya sehingga lebih lezat dan diberi nama Forbidden Cakwe.
Menariknya, dibalik nama Forbidden Cakwe, selain karena ingin mengangkat imej dari makanan yang dianggap kalangan menengah kebawah ini, juga karena awalnya dirinya tidak mendapat dukungan oleh sang ayah. William ditentang karena dianggap sangat menyayangkan pendidikan sarjana yang sudah digapainya dan malah berjualan dan memilih berwirausaha sebagai penjual cakwe. Cakwe yang ‘kekinian’ menurutnya.
“Aku suka makan Chinese Food yang isian udang sama ayam, makanya disini aku campur dua bahan itu. Sausnya kita ada yang original, mayonnaise, smiley cheesy pakai keju, dynamite sushi, creamy nori dan saus padang. Tapi untuk outlet di Bekasi belum tersedia yang saus padang,” ujarnya.
William yang baru berumur 23 tahun ini rupanya baru pertama kali memiliki outlet dan langsung dipilihnya di Out The Box Sentrakota Blok D nomor 22, Jatibening, Pondok gede karena tertarik dengan pangsa pasar diluar Ibukota Jakarta. Karena biasanya ia hanya berjualan saat ada bazaar saja dan juga melalui pemesanan secara online.
Namun ia juga memiliki minat untuk memperluas bisnis yang dikelolanya dan menerima ajakan dari salah satu rekannya yang juga seorang wirausahawan di bidang kuliner dan sering mengikuti bazaar bersama. Dirinya menilai bahwa pasaran di Bekasi cukup baik untuk dijajalnya.
Akhirnya dia memutuskan untuk menerima tawaran membuka outlet pertamanya di Bekasi yang belum lama dibuka tepat di bulan puasa. Dan juga menurutnya, wilayah Jatibening dianggap belum memiliki tempat yang ‘kekinian’ untuk ditongkrongi oleh kawula muda sehingga ia berani untuk membuka bisnisnya di Bekasi. Namun untuk itu ia harus rela pulang pergi antara Jakarta-Bekasi.
“Untuk harga berkisar antara 23 ribu sampai 30 ribu. Biasanya kalau di bazaar kita jual dengan harga 35 ribuan karena kejar target penjualan dengan biaya sewanya yang cukup mahal,” tambahnya.
Saat ini, usaha yang dirintisnya dapat menghasilkan 600 porsi cakwe. Dimana ia sudah mempekerjakan sebanyak 5 orang dalam pembuatannya yang membutuhkan waktu antara 10 hingga 12 jam lamanya. Hal ini karena banyak yang memesan melalui online. (Nko)