BEKASI TIMUR- Debat Publik Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bekasi yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Bekasi di Gedung Al Muhajirin, Bekasi Timur berlangsung seru, Rabu (11/04). Pasalnya, Nur Supriyanto calon Wali Kota Bekasi nomor urut 2 (dua) bertanya soal polemik Gereja Santa Clara kepada Rahmat Effendi calon Wali Kota Bekasi nomor urut 1 (Satu) yang tak kunjung selesai sehingga menciptakan konflik sosial.
Nur Supriyanto menyampaikan hal itu menyanggah pernyataan Rahmat Effendi soal komitmennya dalam memperkuat toleransi di tengah kehidupan warga Kota Bekasi. Awalnya, Rahmat Effendi menilai, kesolehan dan kearifan merupakan kunci penting dalam membangun budaya dan keimanan daerah. Dua sikap itu sangat penting sebagai modal membangun pemahaman Kota Bekasi yang dikenal sebagai daerah heterogen.
“Sekarang yang dibutuhkan adalah rasa aman, dan warganya tidak mempertentangkan suku maupun agama dalam kearifan lokal,” kata Rahmat Effendi saat debat.
Mendengar pernyataan tersebut, Nur langsung menanggapinya. Dia menyebut ada konflik sosial di tiga titik di Kota Bekasi, yakni pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi Utara, pembangunan Gereja Kalamiring di Jatisampurna dan gejolak di Ciketing.
“Hal ini tidak boleh terjadi lagi. Saya sepakat dengan komitmen toleransi ini, namun fakta digital (pemberitaan internet) tidak demikian,” kata Nur menanggapi ucapan Rahmat Effendi.
Nur menilai, Rahmat Effendi terkesan acuh pada golongan masyarakat yang kontra terhadap penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) sarana ibadah tersebut. Bahkan saat itu, Rahmat Effendi juga memberikan pernyataan pribadinya ke sejumlah media massa soal kesediaannya ditembak di bagian kepalanya, sebelum mencabut izin yang sudah terlanjur dikeluarkan oleh pemerintah saat itu.
“Bahkan, saat itu, ada yang mau ditembak kepalanya (kalau harus mencabut izin),” ucap Nur.
Pernyataan Nur, memancing Rahmat Effendi untuk menyampaikan klarifikasinya. Rahmat Effendi menegaskan, saat terjadi konflik perbedaan pendapat, pihaknya telah berkonsultasi ke Wakil Wali Kota Bekasi, Ahmad Syaikhu yang sekaligus sebagai politisi PKS.
Rahmat Effendi menjawab pertanyaan calon Walikota Bekasi nomor urut dua itu dengan memanfaatkan kolega Nur Supriyanto yang menjadi wakilnya di periode sebelumnya. “Saat terjadi konflik keyakinan, saya bertanya kepada Pak Ustad (Ahmad Syaikhu-red). Pak ustad apa yang harus saya lakukan? Lakukan sesuai ketentuan, aturan dan norma, kata Pak ustad pada saya,” jelas pria yang akrab disapa Pepen saat debat.
Pepen juga melakukan hal yang sama ketika menjelaskan KH Ismoduddin, ulama yang sempat terluka dan dipanggil pihak berwajib karena aksi unjuk rasa menolak pembangunan gereja Santa Clara. “Lalu mengenai Kyai Ishomudin, saya bertanya lagi kepada pak Ustad, Apa yang harus saya lakukan. Sampaikan kita sebagai kepala daerah harus berdiri di semua kaki umat,” ujar Pepen meniru ucapan Ahmad Syaikhu kepadanya.
Saat itu ramai juga di media, pernyataan Pepen siap ditembak jika ada yang menghalangi pendirian gereja. Untuk hal ini, Pepen katakan bahwa ada yang memotong pernyataannya saat itu. “Saya akan melakukan itu jika tidak ada kekuatan hukum,” kata dia.
Ia menyimpulkan, politik itu adalah seni. “itu akan berjalan jika digunakan dengan etika dan hati,” kata Pepen.
Namun, jawaban Pepen tidak memuaskan Nur Supriyanto. Menurut Nur Supriyanto, masyarakat Kota Bekasi sudah pintar. Ia mengatakan, Jejak digital terkait pernyataan Pepen sudah terekam. “Pertama, data digital tak akan terhapus. kedua, masih ada saksi hidup dan masih merekam data beliau (Rahmat Effendi),” tegas Nur.
Nur mengatakan, sebagai seorang muslim, seperti di zaman Rasulullah saat beliau masih hidup. “Mereka yang berbeda agama bisa hidup bersamaan karena pemimpin nya berkeadilan,” imbuh dia.
Lebih lanjut, Nur menegaskan, jika pemimpin bisa adil dan tidak berpihak pada suatu golongan tertentu In Shaa Allah Kota Bekasi akan aman. “Orang merasa di bodohi, orang orang yang merasa terzalimi ini masih hidup semua,” tandas Nur Supriyanto. (bams)