MEDANSATRIA- Kementerian Sosial telah merehabilitasi 80 orang dari 550 eks napi kasus terorisme (napiter). Hal tersebut diungkapkan Menteri Sosial (Mensos) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam sambutannya pada Rapat Koordinasi Nasional Sinkronisasi dan Keterpaduan Program Rehabilitasi Sosial BWBP Kasus Terorisme Tahun 2018 di Hotel Santika Premiere Kota Harapan Indah, Kota Bekasi, Kamis (25/10).
Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, mereka (eks napiter) sudah memiliki usaha ekonomi yang mampu mengangkat taraf hidup dan kembali ke tengah-tengah masyarakat dengan baik.
Ia mengatakan, masalah yang dihadapi Bekas Warga Binaan Pemasyarakatan (BWBP) kasus terorisme tidak selesai setelah keluar dari masa hukuman. Sebab di tengah-tengah masyarakat masih melekat cap buruk (stigma) dan diskriminasi terhadap mereka.
“Ini akan menimbulkan persoalan baru, yaitu permasalahan sosial dan ekonomi. Stigma menyebabkan mereka sulit mendapatkan pekerjaan, dijauhi dan tidak dipercaya masyarakat bahkan tidak sedikit yang dimusuhi dan diusir warga sekitar,” kata dia.
Untuk itu, salah satu sasaran dari 27 jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Program Kementerian Sosial adalah BWBP dimana salah satu kasus BWBP tersebut adalah kasus terorisme. Hal ini, sesuai dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
“Oleh karena itu sesuai Instruksi Presiden kepada Menteri Sosial pada tahun 2016, Kementerian Sosial telah berkomitmen ikut mengambil peran dalam penanganan BWBP kasus terorisme bidang Rehabilitasi Sosial,” kata Mensos.
Untuk melaksanakan itu, Mensos meminta Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang yang melaksanakan tugas dan fungsi program rehabilitasi sosial bagi eks napiter, agar terus melakukan inovasi melalui pengembangan berbagai kreatifitas program, hingga pelaksanaan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Edi Suharto menyatakan, sejak 2016, Kementerian Sosial atas Perintah Presiden telah menyusun rencana aksi program rehabilitasi sosial bagi bagi eks narapidana teroris, dan telah berhasil melaksanakan Rehabilitasi Sosial bagi 80 orang eks Napiter terdiri dari: 16 orang di DKI, 21 orang di Jawa Barat, 8 orang di Lamongan, Jawa Timur dan 35 orang di Poso Sulawesi Tengah.
“Alhamdulillah mereka saat ini sudah mengembangkan usaha kemandirian demi terwujudnya kesejahteraan keluarga mereka dan hidup rukun di tengah-tengah lingkungan tempat tinggalnya,” kata Edi.
Dengan demikian, setelah dikurangi 80 orang yang sudah menjalani rehabilitasi kini masih terdapat 470 orang yang membutuhkan rehabilitasi sosial. “Kami targetkan, mereka bisa ditangani sampai tahun 2020,” kata Edi.
Kegiatan ini dilaksanakan, kata Edi, bertujuan untuk mengembalikan keberfungsian sosial para eks napi teroris sehingga setelah keluar dari Lembaga/Balai Pemasyarakatan mereka dapat menjalankan fungsi sosialnya secara baik dan wajar di tengah keluarga dan masyarakat; lalu meningkatkan ketahanan sosial dan ketahanan ekonomi, melalui pengembangan usaha kemandirian sehingga dapat hidup sejahtera bersama keluarganya; dan menyukseskan program deradikalisasi bagi eks narapidana teroris maupun keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya melalui pendekatan pekerjaan sosial.
Sementara, Direktur RSTS & KPO Sonny W. Manalu berharap, jika keseluruhannya dapat mengikuti program rehabilitasi sosial sebagaimana rencana aksi Kementerian Sosial, dapat dilaksanakan, pemerintah telah secara signifikan dapat menutup peluang dan kesempatan berkembangnya teroris baru.
“Diharapkan seluruh eks napiter melalui program rehabilitasi sosial dan program deradikalisasi dapat menjadi mitra kerja Pemerintah dalam melaksanakan program deradikalisasi di berbagai daerah khususnya di lingkungan eks Napiter itu berada,” tandas dia. (tnc).