Usai Pertempuran Sasak Kapuk: Duka Kyai dan Pengorbanan Para Pejuang

Infobekasi.co.id – Senja merayap, 29 November 1945. Di lapangan pesantren At-Taqwa, Ujung Malang, keheningan mencekam bagai kematian itu sendiri. Tak ada suara, bahkan bisikan pun tertahan di kerongkongan.

Di pelataran musala, sosok Guru Kyai Haji Noer Ali duduk bersimpuh. Di hadapannya, terbaring sekitar empat puluh jenazah syuhada, para santri dan pejuang yang akan dishalatkan selepas Magrib.

Di kejauhan, Nyai Haji (istri Kyai Nur Ali) hanya bisa memandang, tak berani mendekat. Ia tahu, hati suaminya tengah remuk redam. Kyai Haji Noer Ali, sang Guru yang disegani dan berkharisma itu, menangis. Bukan isak atau raungan yang memekik, melainkan air mata mengalir sunyi, membasahi wajahnya  teduh.

Kong Matalih, usianya masih bocah, yakni lima belas tahun yang menyaksikan kejadian kala itu, bersaksi dan berujar, di situ pertama kalinya engkong lihat Kyai (Nur Ali) menangis. Penyesalan seorang pemimpin yang kehilangan puluhan muridnya dalam Pertempuran Sasak Kapuk yang baru saja usai.

Siang itu, di sekitar Pondok Ungu, pertempuran dahsyat berkecamuk. Pasukan sekutu diadang oleh anggota Laskar Hisbullah. Puluhan nyawa melayang, lima belas lainnya hilang entah ke mana. Usia mereka rata-rata antara 14 hingga 17 tahun. Remaja-remaja yang seharusnya masih belajar dan bermain, kini telah berpulang (meninggal).

Kyai Haji Noer Ali sempat dikabarkan hilang. Namun, Ia ditemukan di sungai lama, Kali Mati, dekat Tanah Pit. Saat mendengar kabar duka tentang murid-muridnya, Kyai terdiam membisu. Matanya memerah, menahan badai emosi yang berkecamuk di dalam dada.

“Kumpulkan jenazah mereka di depan musala. Selepas Magrib, kita salat kan, lalu kita makam-kan,” perintah Kyai Nur Ali dengan suara lirih.

Pimpinan Laskar Hizbullah itu melihat satu per satu wajah para pejuang yang meninggal dalam pertempuran. Mungkin sang Kyai melantunkan doa, atau sekadar menyampaikan salam perpisahan terakhir.

Lalu, azan Magrib berkumandang, memecah keheningan. Kyai memimpin salat, diikuti oleh ratusan santri dan warga yang berduka. Malam itu, para pejuang yang gugur dikebumikan. Sebagian jenazah dibawa pulang oleh keluarga yang tinggal tak jauh dari pesantren.

Setelah pemakaman usai, Kyai Haji Noer Ali mengasingkan diri di dalam musala. Matalih mendengar, Kyai berzikir dan berdoa semalaman suntuk, hingga fajar menyingsing. Air mata terus mengalir, membasahi sajadah tempat Ia bersujud.

“Kyai semalaman di musala, tidak mau diganggu, kayanya masih menangis. Semalaman zikir sampai Subuh,” ucap Matalih mengenang berjuang mengusir penjajah tentara sekutu di Sasak Kapuk kala itu.

Beny Rusmawan

Editor: Dede Rosyadi

#SasakKapuk #Infobekasi #Bekasi #Hizbullah #KHNoerAli

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini