“Bila Suka Sama Suka di bolehkan di Perguruan Tinggi”

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Peraturan Menteri No.30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, peraturan menteri ini dikeluarkan dikarenakan maraknya kasus-kasus pelecehan dan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi

Namun permendikbud tersebut memuat isitilah “persetujuan” yang dipakai kaum liberal karena di dalam pemendikbud tersebut memuat kata-kata tanpa persetujuan korban, yang dapat diartikan bila suka-sama suka, sama-sama setuju maka dibiarkan tidak termasuk dalam kategori pelanggaran kekerasan seksual di perguruan tinggi

Sebagai yang dicantumkan dalam pasal 5 : point b) memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban; f) mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban; g) mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban; h) menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban; j). membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban; l) menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian
tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban; m). membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;

Frasa ini tentu saja sangat ambigu dengan judul yang tertulis, karena pada faktanya di lingkungan perguruan tinggi adalah sebuah institusi yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan moralitas pancasila, karena suka sama suka tanpa ikatan pernikahan adalah perbuatan dosa yang melanggar norma agama dah nilai-nilai moral Pancasila

Disamping itu perilaku atas dasar suka sama suka yang dibiarkan juga bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional yang ingin membentuk akhlak yang mulia

Dalam berbagai kasus kekerasan seksual yang kami tangani pada remaja di rumah konseling, justru suka-sama suka ini yang lebih berbahaya dari tindak pidana kekerasan seksual

Seks atas dasar suka sama suka justru banyak menyebabkan hamil di luar nikah, aborsi, berkembangnya penyakit inveksi menular seksual, HIV Aids, kekecewaan yang menyebabkan depresi dan bunuh diri, hingga menjadi pelaku porstitusi karena kekecewaan setelah “habis manis sepah di buang” akhrinya menjual diri. Apalagi bila terjadi antara dosen dan mahasiswa yang sudah tentu melanggar normal sosial dan keagamaan

Perilaku ini bila dibiarkan akan merusak tatanan rumah tangga karena dosen mayoritas sudah berkeluarga, artinya frasa “persetujuan” bisa mendorong terjadinya perselingkuhan antara dosen yang sudah menikah dengan mahasiswa yang ini masuk kategori perzinahan

Bila hubungan seksual suka sama suka di lingkungan perguruan dibiarkan tidak masuk dalam norma pelanggaran, maka tentu saja mahasiswa menjadi korban akibat kepolosan dan kebebasan tersebut, karena mahasiswa pada fase krisis yang labil dan mudah di pengaruhi

Dosen yang memiliki kuasa lebih besar bisa saja memulai aksi dengan bujuk rayu dan cara yang halus sehingga menyebabkan mahasiswa terperangkap dalam hubungan suka sama suka tanpa di sadari, demikian juga hubungan antar mahasiswa yang bisa menyebabkan banyak perilaku seks bebas di perguruan tinggi atas dasar persetujuan

Untuk itu frasa tanpa persetujuan tentu saja harus di tolak karena bertentang dengan nilai-nilai agama, moral pancasila serta fungsi dan tujuan pendidikan nasional

Oleh : Muhammad Iqbal, Ph.D
Psikolog /CEO Rumah Konseling
Alumni PPRA-54 Lemhannas RI
Ketua Ikatan Dosen dan Tenaga Kependidikan (IKDT) Universitas Mercu Buana

@muhammadiqbalpsy

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini