Monumen Kali Bekasi, Jejak Sejarah Berdarah yang Kini Pelatnya Raib Diambil Orang

Infobekasi.co.id – Di tepi Sungai Bekasi, berdiri sebuah monumen dahulu dibangun untuk mengenang perjuangan dan tragedi berdarah terjadi tak lama setelah Indonesia merdeka. Monumen Front Perjuangan Rakyat Bekasi, atau lebih dikenal sebagai Monumen Kali Bekasi, menjadi saksi bisu peristiwa kelam yang terjadi pada 19 Oktober 1945 – sebuah insiden berdarah jarang dibahas secara luas, namun menyimpan nilai historis mendalam.

Sejarah Kelam di Tepi Kali Bekasi

Pasca kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, sekitar 90 tentara Jepang ditahan dan direncanakan dipulangkan ke negaranya melalui Bandara Kalijati, Subang. Namun, ketika mereka transit menggunakan kereta api dan berhenti di Stasiun Bekasi, situasi menjadi mencekam. Komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) setempat, Zakaria Burhanuddin, memerintahkan agar kereta dialihkan ke jalur buntu di dekat Kali Bekasi.

Ternyata, warga Bekasi yang saat itu masih menyimpan dendam terhadap kekejaman tentara Jepang selama masa penjajahan, langsung mengepung kereta. Meskipun para tentara Jepang mengantongi surat jalan dari Presiden Soekarno, kemarahan massa semakin memuncak setelah ditemukan senjata yang dibawa oleh para tentara Jepang.

Bentrokan pun terjadi. Dalam kekacauan tersebut, sekitar 90 tentara Jepang dilaporkan dieksekusi secara brutal, dan jenazah mereka dibuang ke Sungai Bekasi. Aliran sungai yang mengalir merah oleh darah menjadi simbol amarah rakyat yang belum tuntas.

Presiden Soekarno, yang mengetahui peristiwa itu, langsung bereaksi. Ia datang ke Bekasi pada 25 Oktober 1945, bersama Kepala Kepolisian Negara pertama, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, guna meredam amarah rakyat dan menenangkan situasi agar tragedi serupa tidak terulang.

Monumen Perdamaian: Simbol Sejarah dan Rekonsiliasi

Untuk mengenang peristiwa tersebut sekaligus sebagai simbol rekonsiliasi dan perdamaian, Pemerintah Kota Bekasi bersama Kedutaan Besar Jepang membangun monumen pada tahun 2003–2004. Monumen ini berdiri megah di Jalan Ir. H. Juanda, persis di sebelah jembatan Kali Bekasi.

Berbentuk relief setinggi kurang lebih 12 meter, monumen ini menggambarkan kereta, tentara Jepang, dan pejuang Indonesia. Di bagian bawahnya dipasang pelat tembaga yang menjelaskan kronologi peristiwa, lengkap dengan pesan damai dan harapan agar sejarah tidak terulang dengan cara yang sama.

Kala itu, pembangunan monumen juga menjadi momentum diplomasi budaya antara Indonesia dan Jepang, yang sama-sama menyadari pentingnya merawat sejarah meski melalui luka lama.

Kondisi Memprihatinkan: Monumen yang Terabaikan

Dua dekade berselang, Monumen Kali Bekasi kini tak lagi memancarkan wibawanya. Rumput liar tumbuh tinggi di sekelilingnya, sampah berserakan, dan pelat tembaga yang menjadi penjelas sejarah justru raib entah ke mana, diduga dicuri.

Sejumlah sejarawan, termasuk Ali Anwar dari Komunitas Sejarah Bekasi, menilai kerusakan ini bukan sekadar soal estetika. Ia menyebut, perusakan dan pembiaran terhadap monumen sejarah adalah bentuk pengkhianatan terhadap memori kolektif perjuangan rakyat.

Pemerintah Kota Bekasi melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan menyatakan akan melakukan evaluasi serta perencanaan perbaikan. Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda revitalisasi konkret di lokasi.

Harapan Akan Pemulihan dan Pendidikan Sejarah

Monumen Kali Bekasi bukan hanya batu dan besi, Ia adalah narasi kolektif dari luka, perlawanan, dan rekonsiliasi. Banyak kalangan berharap agar pemerintah segera melakukan restorasi dan menjadikan kawasan sekitar sebagai ruang edukatif sejarah bagi generasi muda.

Kini, di tengah hilangnya pelat tembaga dan rumput yang merajalela, monumen itu berdiri dalam kesepian, seolah menunggu untuk diingat kembali.

D. Rosyadi /infobekasi

#MonumenKaliBekasi #infobekasi #KotaBekasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini