Bagi seluruh umat muslim khusunya Nahdlatul Ulama (NU) kehilangan sosok besar yang sangat berjasa bagi umat islam di indonesia. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden KH Hasyim Muzadi tutup usia, Kamis (16/3), sekitar pukul 06.15 WIB di Malang.
Kyai Haji Hasyim Muzadi, begitu nama lengkapnya, lahir di Bangilang, Tuban, pada 8 Agustus 1944. KH Hasyim Muzadi telah aktif di berbagai organisasi saat ia mengenyam pendidikan dasar pada 1955.
Ia juga menjadi santri Pondok Pesantren Gontor, hingga menuntaskan pendidikan tinggi di IAIN Malang, Jawa Timur, tahun 1969. Ia juga sempat menjabat sebagai ketua anak cabang GP Ansor Bululawang, Malang pada 1965, Ketua Cabang PMII Malang, dan ketua KAMI Malang pada 1966.
Pada periode 1973 – 1987, KH Hasyim Muzadi aktif dalam perpolitikan sebagai kader PPP dan anggota DPRD Jawa Timur. Selepas berpolitik pada periode tersebut, ia mendirikan pondok pesantren khusus mahasiswa yang diberi nama Ponpes Al-Hikam di Malang.
Pada tahun 1992, Ia menjabat sebagai ketua PWNU Jawa Timur, peran KH Hasyim mulai terlihat di panggung nasional. Pada masa akhir jabatannya sebagai ketua PWNU tergolong sangat krusial karena KH Hasyim termasuk sosok yang menyetir arah NU setelah reformasi pada 1998. Ia juga berperan mendorong NU menjadi kekuatan pemersatu selepas krisis yang mengancam keutuhan NKRI pada masa-masa selepas reformasi. KH Hasyim juga ikut meredam gesekan pada Muktamar ke-29 NU di Cipasung, Tasikmalaya, pada 1994.
Pada tahun 1999, Ia terpilih sebagai ketua umum tanfidziyah PBNU, KH Hasyim punya peran besar mencegah potensi meluasnya konflik antara NU-Muhammadiyah menyusul gesekan antara kedua MPR Amien Rais dan Presiden Abdurrahman Wahid. Ia kerap menggelar safari bersama Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif serta menenangkan simpatisan dari kedua kubu. Setelah krisis hubungan terserbut, NU dan Muhammadiyah di bawah KH Hasyim dan Buya Syafii terus menjalin kerja sama dan kerukunan yang terjaga hingga kini.
KH Hasyim mengalami kegagalan dalam pemilihan presiden tahun 2004, ia mencurahkan perhatiannya untuk NU dan menjembatani hubungan antar agama. Ia menjadi salah satu suara utama yang mengampanyekan perlunya kerukunan antar pemeluk agama di dunia senantiasa dijaga. Karena itu KH Hasyim diganjar menjadi presiden Konferensi Dunia Agama untuk Perdamaian ( World Conference on Religion for Peace/WRPC) pada 2006.
Dalam Muktamar ke-32 NU pada 2010, KH Hasyim terpilih sebagai wakil rais aam PBNU bersama KH MA Sahal Mahfudh. Ia juga mendapatkan tempat sebagai Dewan Pertimbangan Presiden selepas Joko Widodo terpilih pada pilpres 2014. Ia kerap menjadi penengah saat muncul berbagai konflik bernuansa keagamaan di Indonesia. Selain itu, KH Hasyim juga terus mengampanyekan Islam sebagai agama rahmat guna menekan penyebaran radikalisme. (fir)