JAWA BARAT – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat, Haris Yuliana menolak atas kebijakan impor untuk mengatasi kelangkaan garam. Karena menurutnya hal tersebut bukan solusi yang tepat.
Menurut Haris Yuliana, jika kebanyakan mengimpor akan menjadi bahaya, untuk mengatasi permasalahan garam pemerintah harus membereskan tata niaga hulu hingga hilir garam di Indonesia.
“Artinya impor itu situasional tapi bersamaan dengan itu teknologi, sistem dan tata niaganya dibereskan jadi tidak sekedar kebijakan impor semata. Impor ini untuk bukan solusi tepat bahkan untuk jangka panjang kalau bisa jangan impor,” ujar Haris di Bandung, Kamis (27/7).
Persoalan garam ini sudah pernah terjadi sebelumnya, tetapi persoalan tersebut belum dituntaskan oleh pemerintah. Kelangkaan garam ini membuat industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut, Jawa Barat, terganggu produksinya.
“Dari dulu persoalan garam tidak pernah selesai. Dalam posisi normal saja, tata niaga garam di pasar Indonesia bermasalah yakni garam impor masuk ke Tanah Air saat petani garam panen,” tambahnya.
Menurutnya, kualitas petani di Indonesia dalam mengolah garam masih kurang baik, tidak dibekali dengan teknologi, maka garam Indonesia tidak bisa disaingi dengan garam impor.
“Suplai garam terbesar di nasional kalau tidak salah dari Pantura Jabar yakni Cirebon, Indramayu. Memang kelihatannya yang sekarang ini ada kendala di cuaca,” katanya.
“Tapi saya melihat dari sisi lain, ketika garam langka akhirnya menekan kebutuhan impor, sedangkan kalau kita sebagai masyarakat kecil, lautan kita itu luasnya 2/3 wilayah Indonesia, masa sih impor garam,” tambahnya.
Oleh karena itu, harus ada upaya sesegera mungkin dari pemerintah untuk mengatasi masalah kelangkaan garam. Salah satunya dengan memperbaiki tata niaga garam di Indonesia.