Jelang Senjakala Batu Bara, BUMI Bermanuver ke Energi Masa Depan

Infobekasi.co.id – Di tengah pergeseran besar dunia menuju energi bersih, industri batu bara menghadapi kenyataan baru: masa jayanya diprediksi tinggal hitungan tahun. Tahun 2030 disebut-sebut sebagai puncak permintaan global batu bara, sebelum menukik turun seiring desakan pengurangan emisi dan akselerasi energi terbarukan.

Bagi PT Bumi Resources Tbk (BUMI), salah satu perusahaan batu bara terbesar di Indonesia, ini bukan akhir cerita. Melainkan awal dari fase transisi yang menuntut keberanian untuk beradaptasi.

Dunia Menuju Titik Balik Energi

Laporan World Energy Outlook 2023 dari International Energy Agency (IEA) memperkirakan bahwa konsumsi batu bara akan mulai menurun setelah mencapai puncaknya pada 2030. Hal ini didorong oleh, penurunan drastis penggunaan batu bara di negara-negara maju.Percepatan pengembangan energi terbarukan (solar, angin, dan hidro).Komitmen global terhadap net zero emission tahun 2050.

Sementara itu, permintaan di negara berkembang seperti India, China, dan Asia Tenggara masih akan menopang pasar dalam beberapa tahun ke depan, namun tidak cukup untuk membendung tren penurunan global secara jangka panjang.

“Era puncak batu bara sudah di depan mata. Tapi bukan berarti Indonesia harus tertinggal. Justru ini momen untuk mempercepat transformasi energi,” tulis laporan IEA (2023).

BUMI Tidak Tinggal Diam

PT Bumi Resources Tbk membaca arah angin ini dengan cepat. Dalam berbagai kesempatan, CEO BUMI, Adika Nuraga Bakrie, menegaskan bahwa perusahaan sedang menjalani restrukturisasi strategi bisnis. Langkah mereka meliputi:

1. Diversifikasi Energi BUMI mulai masuk ke sektor energi terbarukan, termasuk proyek tenaga surya dan biomassa, melalui kerja sama dengan mitra dalam dan luar negeri.

2. Hilirisasi Batu Bara Salah satu proyek utama yang dikembangkan adalah gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai substitusi LPG. Ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo agar batu bara tidak lagi hanya diekspor dalam bentuk mentah.

3. Digitalisasi dan Efisiensi Di sisi hulu, tambang-tambang BUMI mulai menerapkan teknologi otomatisasi dan digitalisasi dalam sistem operasional untuk mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas, dan meminimalkan dampak lingkungan.

“Kami sadar, zaman berubah. Maka dari itu kami siapkan transformasi menyeluruh, dari energi fosil ke model bisnis energi masa depan,” ujar Adika Bakrie saat Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan, Mei 2025 lalu.

Indonesia Masih Bergantung

Meski dunia mulai menjauhi batu bara, Indonesia masih mengandalkannya sebagai sumber energi dominan. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada 2024, sekitar 60 persen pembangkit listrik nasional masih menggunakan batu bara.

Tak hanya itu, proyek hilirisasi seperti smelter nikel, baja, dan alumunium juga masih mengandalkan batu bara sebagai sumber energi dan bahan baku. Oleh karena itu, BUMI memosisikan dirinya sebagai bagian dari rantai nilai yang lebih panjang, bukan sekadar produsen batu bara mentah.

Menjaga Bisnis, Menyambut Masa Depan

BUMI juga memperkuat inisiatif ESG (Environmental, Social, and Governance) dengan menanam pohon di lahan bekas tambang, membangun fasilitas air bersih di desa sekitar, dan memberi pelatihan wirausaha bagi masyarakat lokal.

Masa keemasan batu bara boleh jadi segera berakhir, namun kisah PT BUMI Resources belum selesai. Dengan diversifikasi, hilirisasi, dan komitmen pada keberlanjutan, mereka menyiapkan diri bukan sekadar bertahan, tetapi tetap relevan dalam lanskap energi baru yang tengah terbentuk.

Dede Rosyadi

#Energi #Opini #Infobekasi #Bumi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini