Bekasi Selatan – Dampak kenaikan harga kedelai impor akibat lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar dirasakan Iwan salah satu pengusaha tempe di Jakamulya, Kecamatan Bekasi Selatan.
Demi menjaga pelanggannya agar tidak kabur, dengan terpaksa Iwan mengecilkan ukuran tempe yang ia produksi dari ukuran yang biasa dijual. Ia terpaksa melakukan ini karena untuk menjaga kestabilan harga tempe yang dia jual seharga Rp 4.000 perpotong.
“Naik harga kedelainya, biasanya standarnya Rp. 7.000/kg sekarang bisa Rp. 8.000/kg lebih. Kita paling agak dikecil dikit ukurannya, biasanya full kita kurangin dikit. Jadi harga normal,” ujar Iwan, Kamis (27/8).
Usaha yang sudah berjalan puluhan tahun itu mengaku mengalami penurunan produksi tempe. Ia mengaku, untuk bahan pokoknya sendiri yaitu kedelai diimpor langsung dari Amerika.
“Kedelai dari Kranji, ada yang kirim ada busnya juga. Soalnya kedelainya impor dari amerika,” tuturnya.
Ia mewakili para pengusaha tempe di Indonesia berharap kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan petani kedelai di nusantara ini agar tidak selalu bergantung dengan kedelai impor. Sehingga harga tempe tidak naik saat nilai tukar rupiah terhadap dollar melemah.
“Yaaa, mutunya harus terjamin. Kedelai yang bagus biar sama kaya kedelai impor. Terus harga biar turun lah biar stabil lagi,” pungkasnya kepada infobekasi.co.id. (Fai)