Infobekasi.co.id, Subang, Jawa Barat – Di tengah hiruk pikuk modernisasi, ada sebuah sudut di Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang, yang seolah membeku dalam waktu, namun bergerak maju dengan semangat baru. Namanya Lembur Pakuan Sukadaya.
Bukan sekadar desa biasa, melainkan sebuah oase budaya dan lingkungan yang telah bertransformasi, berkat sentuhan alam dan visi seorang bwrjuluk Bapak Aing alias Kang Dedi Mulyadi.
Sebelumnya, Sukadaya mungkin tak banyak berbeda dengan desa-desa lain di persawahan Jawa Barat. Keseharian yang sederhana, rutinitas yang teratur, namun tanpa identitas yang kuat untuk menarik perhatian.
Hingga kemudian, seorang Dedi Mulyadi datang dengan gagasan yang mengubah segalanya, menciptakan sebuah “Lembur Pakuan”, sebuah kampung yang rapi, bersih, berbudaya, dan estetis, yang menjadi cerminan dari kearifan lokal Sunda.
Transformasi itu bukan sekadar polesan di permukaan. Ini adalah revolusi pelan-pelan yang melibatkan hati dan tangan masyarakat. Dedi Mulyadi tidak hanya membangun, tetapi juga menumbuhkan kesadaran. Hasilnya?, sebuah desa yang kini membanggakan diri dengan keaslian arsitektur Sunda, di mana setiap atap limas dan dinding bambu bercerita tentang warisan leluhur.
Begitu kaki melangkah masuk ke Lembur Pakuan Sukadaya, hiruk pikuk kota seolah lenyap ditelan keheningan. Udara segar mengelus pipi, membawa aroma tanah basah dan dedaunan. Bangunan-bangunan kayu dan bambu berjejer rapi, dengan ornamen khas Sunda yang detail. Ini bukan museum, melainkan kehidupan nyata. Rumah-rumah penduduk, balai pertemuan, semuanya didesain dengan sentuhan tradisional yang hangat.
Di sekelilingnya, hamparan sawah membentang luas, hijau royo-royo, memanjakan mata dan menenangkan jiwa. Pohon-pohon rindang menjadi peneduh alami, mengundang burung-burung kecil untuk bercicit riang. Setiap sudut desa ini adalah kanvas hidup yang menampilkan harmoni antara manusia dan alam.
Lembur Pakuan Sukadaya bukan hanya tentang pemandangan, tetapi juga tentang pengalaman. Di sini, budaya Sunda tidak hanya dipajang, melainkan dihidupkan. Alunan gamelan yang merdu, irama calung yang ceria, atau gerakan gemulai tarian tradisional, seringkali menjadi pengiring langkah wisatawan.
Masyarakat setempat dengan bangga menampilkan seni dan tradisi mereka, dari cara bertutur hingga cara menyambut tamu. Ini adalah sebuah perjalanan kembali ke akar budaya, di mana kearifan lokal menjadi panduan hidup.
Salah satu pilar utama filosofi Lembur Pakuan adalah keberlanjutan lingkungan. Desa ini menjelma menjadi laboratorium hidup untuk pengelolaan sampah dan pertanian organik. Dedi Mulyadi menginspirasi warga untuk melihat sampah bukan sebagai masalah, melainkan sebagai potensi. Sampah organik diubah menjadi pupuk kompos menyuburkan lahan, sementara sampah non-organik dipilah dan didaur ulang.
Inisiatif ini tidak hanya membuat desa bersih, tetapi juga menciptakan ekosistem yang mandiri. Para petani di sini mengolah lahan mereka secara organik, menghasilkan produk pertanian yang sehat dan ramah lingkungan. Lembur Pakuan Sukadaya membuktikan bahwa keindahan dan keberlanjutan bisa berjalan beriringan.
Dengan segala pesonanya, Lembur Pakuan Sukadaya masih terus berbenah dan berinovasi. Potensi untuk menjadi destinasi agro-wisata, homestay berbasis komunitas, atau pusat edukasi lingkungan sangatlah besar. Setiap kunjungan tidak hanya berarti menikmati keindahan, tetapi juga mendukung upaya pelestarian budaya dan lingkungan dilakukan oleh masyarakat Subang.
Lembur Pakuan Sukadaya adalah bukti nyata bahwa dengan visi, dedikasi, dan kolaborasi, sebuah desa bisa bertransformasi menjadi permata yang bersinar, menawarkan pengalaman yang autentik dan menginspirasi. Sebuah tempat di mana tradisi bertemu dengan inovasi, dan keindahan alam berpadu dengan kearifan lokal.
(Dede Rosyadi)
#LemburPakuan #Infobekasi #KDM #Subang







































